Selasa, 13 September 2016

Pluralisme Ada di Kitab Putih Bukan di Kitab Kuning


[Dok. Wido Supraha]
Kita ini sebenarnya pluralis. Kita ada 4 mazhab, lebih dari satu. Kenapa kita tolak? Apalagi istilah “pluralisme” tidak terdapat jawabannya di kitab-kitab kuning. Demikian curhat para kiyai, ustad, dan guru,  dalam forum atau workshop bersama Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS). “Karena pemikirannya selalu fikih, tidak mengerti pluralisme itu teologi. Ya memang tidak dari kitab kuning, kitab putih semua. Artinya tidak di dalam kitab yang berbahasa Arab, ini kitabnya berbahasa Inggris,” ujar Direktur utama INSISTS Hamid Fahmi Zarkasyi dalam Tasyakuran 13 Tahun Perjalanan Dakwah INSISTS: " Mendidik, Menggugah dan Mengubah ", Gedung Juang 45, Jakarta (1/3/16). 



Tantangan Pemikiran

Pluralisme memang tantangan pemikiran baru. Gus Hamid, sapaan akrabnya, menceritakan kembali upaya INSISTS mendakwahkan bahaya paham Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme (SEPILIS) di daerah-daerah. Persoalannya bukan Ghazwul Fikri saja, tapi bagaimana membawa sebuah mazhab pemikiran yang khusus untuk meng-counter pemikiran-pemikiran asing yang masuk dalam pemikiran Islam. Inilah tantangan kita, bagaimana memberikan jawaban, pilihan untuk menangkal SEPILIS. Tidak sekadar kritik tapi memberi solusi. 

“Tantangan pemikiran ini, ternyata di akhir menuntut jawaban: Kalau tidak begitu, apa dong? Di mana-mana kita mendengar: Kita jangan mengkritik saja, kita tidak setuju dengan hermenetika, alternatifnya apa? Kita sudah dibekali dengan konsep worldview, konsep yang sangat ampuh  sebagai alat untuk meng-counter ide-ide dari Barat tersebut,” imbuhnya.  

Pada 2004, awal INSISTS mengelar rangkaian agenda workshop, dibeberkan bahwa sebenarnya liberalisme adalah perang worldview. Kala itu, kalau kita search di google, kata worldview tidak banyak ditemukan. Pada 2007, kata worldview tidak sampai berjumlah 100 ditemukan di Google. Karena memang tidak banyak orang membicarakannya. Sekarang hampir semua orang di dunia membicarakannya.

“Sekarang hampir semua orang di dunia bicara worldview dalam konteks agama, peradaban. Ternyata memang ia adalah ukuran dari sebuah peradaban, bahkan dari agama sekalipun.  Maka, kita meng- counter ide-ide liberal yang paling efektif dan kuat adalah dengan worldview. Sebab worldview orang liberal adalah tanpa worldview. Worldview adalah struktur pemikiran. Sedang orang liberal mendekonstruksi teologi, syariah, Al Qur’an, konsep tuhan, tapi tidak membawa struktur sama sekali,” pungkasnya.  

[Dok. Wido Supraha]
Pada 1 Maret 2016 ini INSISTS telah XIII tahun berkiprah dalam dakwah. Dengan semangat yang selalu baru, segenap pengurus harian, pembina yayasan dan pengelola INSISTS bertekad meningkatkan kinerja dan kontribusi dalam mencerahkan manusia, membimbing umat, membela agama, dan mewujudkan Indonesia yang lebih bermartabat, adil dan beradab. Hadir dalam perhelatan tersebut Pembina Yayasan INSISTS Bina Tamaddun Islam, Adian Husaini, Ketua Yayasan INSISTS, Adnin Armas,  Direktur Eksekutif INSISTS, Syamsudin Arief, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Mohammad Siddik, Sekretaris Umum Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Bachtiar Nasir, Rektor Unisula Anis Malik Toha, dan Komisioner Komnas HAM Manager Nasution.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adil dalam Menyampaikan Ilmu

Salahsatu keutamaan para ulama terdahulu adalah mereka sangat adil dalam menyampaikan ilmu. Tidak serta merta menyalahkan pun tidak mutla...