Konflik Palestina dengan Israel adalah murni permasalahan teritorial atau politik, bukan soal agama. Jadi cukuplah bantu atas nama kemanusiaan dan keadilan saja tanpa rasa emosional sesama saudara seiman. Benarkah demikian? Sekjen JITU, Kadiv Kajian Global Center for Islamic and Global Studies, M. Pizaro Novelan Tauhidi punya argumen sendiri.
Mencari Artefak Sulaiman
Menurutnya, bagaimana tidak kita kaitkan opresi tersebut dengan akidah dan solidaritas persaudaran muslim, sementara Israel sendiri membawa narasi teologis dalam aksi penyerangannya.
“Narasi yang dibangun Israel ketika menjajah Palestina adalah akidah; inilah tanah yang dijanjikan; the promise land. Serangan-seragan yang dilancarkan Israel ketika menduduki Palestina adalah seruan-seruan rabi Yahudi. mereka katakan, ini adalah perintah, takdir akhir jaman yang harus kita lakukan. Memang permukaan itu politik , seperti yang dilakukan Theodor Herzl, tapi narasi kepada kader di bawah, narasi teologis,” ungkapnya dalam Tatsqif Sambut Kemerdekaan: "Mengisi Kemerdekaan Ri, Berjuang Bagi Kemerdekaan Palestina", AQL Islamic Center, Jakarta (17/8/16).
Kalau memang soal politik dan teritorial, lanjut Pizaro, seharusnya sudah selesai dengan membagi dua negara melalui resolusi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Tapi ternyata Israel menginginkan semua bagian sebagai tuntutan teologis.
“Kalau masalah politik harusnya sudah selesai melalui resolusi PBB. Masalah sekarang apakah Israel cukup puas ketika dibagi dua negara itu? Tidak. mereka ingin mencaplok semuanya. Kenapa? Karena itulah tuntutan teologis Yahudi harus menguasai seluruh Palestina,” imbuhnya.
Itulah mengapa Israel merupakan satu-satunya negara dengan konstitusi yang tidak pernah menyebut batas wilayah yang jelas. Pun bagaimana tidak dihubungkan dengan akidah, sementara Israel mengklaim tanah masjid Al Aqsa dengan menggali di bawahnya membuat terowongan untuk mencari artefak Nabi Sulaiman.
“Seperti halnya dalam mengakui al Aqsa. Itu bukan politis, itu narasi akidah Yahudi. Karena mereka berkeyakinan artefak Sulaiman berada di sana. Bayangkan, di Al Aqsa, satu tempat ibadah, dua agama. Di dalam tempat shalat milik Muslimin, di luar jadi tembok ratapan Yahudi. Ini jelas, dia memanggil semua magnet kekuatan Yahudi di seluruh dunia. Maka ini (isu agama-red) tidak bisa dipisahkan,” jelas Pizaro.
Jabat Tangan Turki dan Rusia
Sementara dalam sesi kajian Turki pasca Kudeta, Pizaro memaparkan sejumlah analisa mengenai Amerika yang tak akan pernah bisa lepas dan mencampuri urusan Turki.
“Amerika tidak bisa lepas dari Turki. Dia tidak punya teman di Timur Tengah. Yang dihadapi musuh berat; Rusia bersama konco-konconya. Kedua, Amerika punya pangkalan udara di Turki. Ini berat dilepas Amerika,” sebutnya.
Tentang langkah Turki yang melakukan normalisasi dengan Rusia pasca penembakan pesawat Rusia, Pizaro mengakui tidak aneh, karena selain sebelumnya hubungan kedua negara sangat erat dengan diresmikan Islamic Center di Moscow, aktor penembakan pesawat tersebut ternyata aktor di balik kudeta Turki.
“Sekarang mencoba melakukan nomalisasi dengan Rusia. Bagi saya tidak aneh, kalau kita melihat ternyata aktor penembak pesawat Rusia adalah aktor yang juga melakukan kudeta. Ingat, beberapa minggu sebelum penembakan itu, yang meresmikan Islamic Center di Moscow siapa? Itu membuktikan jalinan hubungan antara Rusia dan Turki begitu dekat.
Selain itu, Pizaro menambahkan, Turki dan Rusia punya proyek besar yaitu Turkish Stream, pipa gas yang akan mengairi Eropa, dan itu sempat terhambat ketika terjadi penembakan pesawat Rusia. Terakhir, Pizaro mengimbau agar muslim senantiasa kritis, meski Erdogan seorang pemimpin muslim, jika ia bertidak berlebihan terutama soal “pembersihan”, kita harus mengecamnya.
Kegiatan menyambut kemerdekaan Indonesia yang ke 71 ini diprakarsai Spirit of Al Aqsa. Hadir sebagai moderator, Sekjen SoA Ust. Umar Makka Lc. MPdi.
Menurutnya, bagaimana tidak kita kaitkan opresi tersebut dengan akidah dan solidaritas persaudaran muslim, sementara Israel sendiri membawa narasi teologis dalam aksi penyerangannya.
“Narasi yang dibangun Israel ketika menjajah Palestina adalah akidah; inilah tanah yang dijanjikan; the promise land. Serangan-seragan yang dilancarkan Israel ketika menduduki Palestina adalah seruan-seruan rabi Yahudi. mereka katakan, ini adalah perintah, takdir akhir jaman yang harus kita lakukan. Memang permukaan itu politik , seperti yang dilakukan Theodor Herzl, tapi narasi kepada kader di bawah, narasi teologis,” ungkapnya dalam Tatsqif Sambut Kemerdekaan: "Mengisi Kemerdekaan Ri, Berjuang Bagi Kemerdekaan Palestina", AQL Islamic Center, Jakarta (17/8/16).
Kalau memang soal politik dan teritorial, lanjut Pizaro, seharusnya sudah selesai dengan membagi dua negara melalui resolusi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Tapi ternyata Israel menginginkan semua bagian sebagai tuntutan teologis.
“Kalau masalah politik harusnya sudah selesai melalui resolusi PBB. Masalah sekarang apakah Israel cukup puas ketika dibagi dua negara itu? Tidak. mereka ingin mencaplok semuanya. Kenapa? Karena itulah tuntutan teologis Yahudi harus menguasai seluruh Palestina,” imbuhnya.
Itulah mengapa Israel merupakan satu-satunya negara dengan konstitusi yang tidak pernah menyebut batas wilayah yang jelas. Pun bagaimana tidak dihubungkan dengan akidah, sementara Israel mengklaim tanah masjid Al Aqsa dengan menggali di bawahnya membuat terowongan untuk mencari artefak Nabi Sulaiman.
“Seperti halnya dalam mengakui al Aqsa. Itu bukan politis, itu narasi akidah Yahudi. Karena mereka berkeyakinan artefak Sulaiman berada di sana. Bayangkan, di Al Aqsa, satu tempat ibadah, dua agama. Di dalam tempat shalat milik Muslimin, di luar jadi tembok ratapan Yahudi. Ini jelas, dia memanggil semua magnet kekuatan Yahudi di seluruh dunia. Maka ini (isu agama-red) tidak bisa dipisahkan,” jelas Pizaro.
Jabat Tangan Turki dan Rusia
Sementara dalam sesi kajian Turki pasca Kudeta, Pizaro memaparkan sejumlah analisa mengenai Amerika yang tak akan pernah bisa lepas dan mencampuri urusan Turki.
“Amerika tidak bisa lepas dari Turki. Dia tidak punya teman di Timur Tengah. Yang dihadapi musuh berat; Rusia bersama konco-konconya. Kedua, Amerika punya pangkalan udara di Turki. Ini berat dilepas Amerika,” sebutnya.
Tentang langkah Turki yang melakukan normalisasi dengan Rusia pasca penembakan pesawat Rusia, Pizaro mengakui tidak aneh, karena selain sebelumnya hubungan kedua negara sangat erat dengan diresmikan Islamic Center di Moscow, aktor penembakan pesawat tersebut ternyata aktor di balik kudeta Turki.
“Sekarang mencoba melakukan nomalisasi dengan Rusia. Bagi saya tidak aneh, kalau kita melihat ternyata aktor penembak pesawat Rusia adalah aktor yang juga melakukan kudeta. Ingat, beberapa minggu sebelum penembakan itu, yang meresmikan Islamic Center di Moscow siapa? Itu membuktikan jalinan hubungan antara Rusia dan Turki begitu dekat.
Selain itu, Pizaro menambahkan, Turki dan Rusia punya proyek besar yaitu Turkish Stream, pipa gas yang akan mengairi Eropa, dan itu sempat terhambat ketika terjadi penembakan pesawat Rusia. Terakhir, Pizaro mengimbau agar muslim senantiasa kritis, meski Erdogan seorang pemimpin muslim, jika ia bertidak berlebihan terutama soal “pembersihan”, kita harus mengecamnya.
Kegiatan menyambut kemerdekaan Indonesia yang ke 71 ini diprakarsai Spirit of Al Aqsa. Hadir sebagai moderator, Sekjen SoA Ust. Umar Makka Lc. MPdi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar