![]() |
dok. DISC UI |
(Pembentukan) Departemen Agama betul-betul dari nol, Pak Rasjidi menghubungi tokoh-tokoh Islam, Kristen, dan agama-agama lainnya, minta tolong tokoh-tokoh dari agama masing-masing menjadi direktur-direktur. Jadi harus semua agama, karena ini Departemen Agama,“ Kenang Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., saat memaparkan peran Prof. Dr. HM Rasjidi merintis Kementerian Agama, di perhelatan Peringatan 100 Tahun Prof H.M. Rasjidi: “Peran Prof. H.M. Rasjidi Dalam Dakwah di Indonesia”, PSJ UI, Depok (5/6/15)
Tidak Mengkafirkan
Disampaikan Jimly, yang sempat digembleng Pak Rasjidi, sebagai intelektual Beliau sangat terbuka, belajar filsafat sangat mendalam, dan suka berpolemik meski tetap menghargai pendapat, serta bergaul pemikiran dengan tokoh mancanegara.
Hal berikut yang diingat Jimly ialah kelebihan Beliau yang selalu berperan sebagai penjaga moral dan akidah umat. Beliau mengambil posisi konservatif dalam keagamaan. Pak Rasjidi pernah menyanggah pendapat Joseph Schacht tentang hukum Islam, di McGill University, dikenal nasional saat mengoreksi Nurcholish Madjid soal sekularisasi, dan koreksi terhadap Harun Nasution tentang "Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya"
“Salahsatu kelebihan Pak Rasjidi, dia penjaga moral, akidah umat. Terlepas pro-kontra orang setuju dan tidak, tapi Beliau mengambil posisi konservatif dalam urusan-urusan fundamentalisme keagamaan, dan Beliau senang dengan julukan itu,” ungkapnya.
Maka, lanjut Jimly, tokoh seperti Beliau diperlukan sebagai rem di jaman seperti sekarang. Selama 15 tahun kita menikmati kebebasan berdemokrasi, banyak orang tetiba menyalahgunakan kebebasan yang sudah meluapluap dan berlimpahlimpah, bukan hanya bebas dalam pemikiran.
“Muncul tokoh seperti Pak Rasjidi menjaga moral itu penting sekali, khususnya untuk akidah. Beliau mengawal moral umat supaya ada kacamata perbandingan, orang mengerem,” sebutnya
Terakhir, Jimly berpesan agar umat pandai-pandai mengelola orkestra kehidupan. Ada saat di mana konsep musuh nomor satu umat adalah Syiah, Ahmadiyah, Nasrani, dan Yahudi, yang bisa diurutkan sebagai sasaran. Padahal, boleh jadi musuh yang nomor satu ternyata neoliberalisme.
“Mana yang harus kita tembak duluan? Apalagi neoliberalisme, kapitalisme lebih jauh lagi(urutannya). Padahal, boleh jadi dalam kenyataan hidup kita sekarang, musuh di depan mata adalah neoliberalisme atau kapitalisme. Kita mesti hati-hati menjaga langgam keanekaragaman pandangan. Orkestra kehidupan harus dikelola dengan baik. Ada fungsi-fungsi yang harus dimainkan di saat yang berbeda,” pungkasnya.
Hadir juga sebagai pembicara Abdurrahman Muchtar, M.Env., (Dewan Pembina DISC Masjid Ukhuwah Islamiyah Universitas Indonesia), Ir. Zainil Zein (Ketua Kalam Masjid UI), Prof. Ibnu Hamad, M. Si (Guru Besar Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UI) dan Adnin Armas, M.A. (Direktur Eksekutif INSISTS). Kegiatan ini digelar atas prakarsa DEPOK Islamic Study Circle Universitas Indonesia (DISC UI), Masjid Ukhuwah Islamiyah Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar